Saturday, 13 August 2011

Just Words

Sekali lagi, rasanya waktu berputar lama sekali....

Rasanya aku bagaikan gelas kosong, jam yang telah berhenti berdetak. Saat aku tidak memiliki lagi tirta di diriku, orang sudah tak mempedulikanku. Saat aku tak lagi menunjukkan waktu, aku ditaruh di sudut terpencil dalam ruangan.

Sekali lagi aku merasa tertinggal, berada dalam urutan terbawah. Aku masih lumpuh dan terjatuh, di saat orang lain lari melesat mendahuluiku. Aku jauh berada di belakang. Mungkin aku akan jadi orang terakhir yang hidup dii dunia, menikmati seratus tahun kesendirian, sepi di antara belulang kesunyian. Hanya sendiri, tanpa zat lain.

Aku sudah berusaha. Kalau kau bilang itu belum cukup, bolehlah kukatakan aku sudah bermandi darah selama ini. Aku sudah mengerahkan segalaku untuk merebut hadiah itu: cita-cita yang sudah lama kugenggam dalam ingatan, tertulis dalam mimpi-mimpi dan terngiang dalam gema di kalbuku.

Sekali lagi, ia pergi.

Jadi, mengapa aku mesti murung begini? Apakah ada yang salah denganku? Apa aku sudah begitu teracuni oleh keputusasaan? Apa aku sudah tak bisa membedakan lagi diriku dengan khayalan tokoh-tokoh melodrama yang entah kutemui dalam buku atau layar, sehingga apa yang kukatakan menjadi sedemikian melodramatis dan cengeng?

Wakaranai....

Mungkin saja, aku sudah gila....

Benar sekali. Tepat! Aku memang sudah gila. Itu adalah penjelasan terlogis dari apa yang kurasakan selama ini. Kalau benar begitu, bukankah aku bisa menjadi pionir, pengukir sejarah, sebagai orang gila pertama yang sadar bahwa dirinya gila? Hahaha....

Hell, yeah....

Yang kuinginkan mungkin sekarang hanyalah kehampaan. Aku perlu masuk ke dalam kepompong pemikiranku lagi. Tubuhku sudah memanas, aku harus terbakar dan terlahir menjadi phoenix yang muncul dari sela-sela abu. Atau mungkin, aku hanya perlu melihat wajah-wajah orang terkasihku. Aku harus pulang.

Intinya, biarlah coretan ini tetap menjadi coretan. Bagi yang membacanya, memoar ini bukanlah sesuatu yang penting. Abaikan saja bila mau, namun tetapkan sebuah kalimat untuk diingat bila kau rasa berguna.

berjalan di atas jalanku,
Ibu, apa kau dengar aku
menatap dengan mata dan tubuhku
Ayah, apa kau lihat aku
mengingatmu dalam hitam dan putih
aku ingin pulang....

Saturday, 2 July 2011

My Life

Well, here I am. Alone, deserted, not much great as I used to be. Simply life is so boring and it sucks lately. Sorry, bad word, but it truly depicts what I am feeling right now.

I find out my life is dull and a bit useless right now. I don't know it is because I have no challenging to do lately, my thesis is stuck, or I am quite envious with others' achievement. Hell yes! I feel like I am so far left behind by my friend.

See, let's check the first case. I don't have much thing to do right now. I don't have class no more, I meet my friends seldom, and all I just do almost every day is teaching in a course place. Okay, I like teaching there, but honestly, I don't love it. Teaching is not my thing, I am not really into it. I don't really like being in a classroom, surrounded by many ignorant and filthy children who think they are not idiot. Gosh....

Second of all, my thesis is quite in a dead-end for now. Since I had to go to Semarang for attending that debate competition as an adjudicator which, although great, dismissed my chance to have my first seminar done earlier. Now, the last examiner to go is still in Grogot, and i have to wait for next week to have my proposal examined by him. What a long, terrible waiting to do....

Last, when other people achieve what they dream: Habul goes to states, Mba Ayu works in a bank, Mr Malik gets promoted as permanent staff, and someone is married out there, well, I am here, nothing. I may make an excuse, I am still dealing with thing. However, it is so terrible that I feel lost. I am going nowhere. I am scared of my own path and future.

Feel like old person in my youth (I am still 21!) :(

Wish I could have something to chase, not likely this would happen to me. I need recharge, for passion and patience. I need to rebirth, now and then. Well, the end of this month will be a start for Ramadhan. May I get enlightenment in that holy month....

Monday, 7 March 2011

Dinding-Dinding Kesendirian Dalam Ruang-Ruang Kosong (Airmata Laki-Laki)


Tanpa bermaksud menghakimi, airmata bukanlah hanya milik makhluk indah bernama perempuan. Mereka, yang dengan kelembutan dan keindahan hati dan rupanya, bukanlah pemilik tunggal airmata. Airmata adalah milik siapa saja, termasuk kaum pria. Walaupun ada slogan, ego, dan nilai yang ditanamkan sejak zaman prasejarah bahwa lelaki pantang menangis, siapa yang bisa membantah bahwa laki-laki juga dilahirkan dengan kelenjar air mata, dengan hati, yang juga bisa menangis kapanpun, dalam hal apapun. Memang benar, laki-laki haruslah jadi kuat, karena sudah fitrah seorang laki-laki untuk memimpin dan melindungi, terlepas dari masalah gender. Namun salahkah bila laki-laki menangis? Salahkah jika laki-laki meneteskan airmata, sebagai ekspresi kesdihan, sebagai pertanda bahwa ia juga masih manusia, yang pikiran dan hatinya juga bisa serapuh kaca?

Sejak kecil, laki-laki sudah dididik untuk tidak menangis. Jikalau seorang anak laki-laki jatuh dan menangis, sangat jarang seorang ayah akan menentramkan si anak. "Jangan menangis," itulah yang akan dikatakannya. Sebaliknya jika anak perempuan yang menangis, orangtua akan dengan sabar mendendangkan rayuan, pujian, agar anaknya berhenti menangis. Apakah si anak laki-laki pernanh menggugat? Rasanya tidak, karena batinnya sudah terlanjur tertoreh pesan, bahwa ia tidak boleh menangis dalam situasi apapun.

Semakin besar, si anak akan bersama tumbuh bersama teman sebayanya, yang juga dididik dengan ajaran yang sama: tidak boleh ada airmata yang kau keluarkan. Bertengkar, berkelahi, tidak akan ada yang menangis, bahkan jika ia kalah dan luka-luka. Yang menangis akan disebut cengeng, lemah, padahal ia secara fisik dan mental telah tersakiti dengan amat.

Beranjak remaja, anak laki-laki akan semakin mencoba menunjukkan bahwa ia sudah bukan balita lagi. Ia akan menunjukkan pribadinya sebagai laki-laki, yang jantan, dengan gagah mampu melindungi sekelilingnya. "Yang pantas menangis hanya wanita. Dan aku adalah pelindung wanita. Menangis adalah dosa buatku."

Jadi sekarang ia sudah pemuda. Ia nantinya akan mencari jalannya sendiri, yang semakin menebalkan pelupuk matanya, mengkorosi airmatanya menjadi asam, membuat matanya perih bahkan untuk sekedar tergenangi airmata. Apalagi jika dia masuk militer. Mungkin prinsipnya ia lebih memilih buta dari pada menangis.

Aku juga lelaki. Aku juga menangis. Langsung atau tidak langsung. Secara tidak langsung aku akan menggubah berbagai pekerjaan, menyelesaikan yang tertunda, mengakhiri yang belum jelas, apapun, untuk membuat mataku terlalu sibuk untuk menangis. Namun bila aku sudah tak mampu untuk menahannya, aku akan menenggelamkan diriku dan menangis dalam air, atau aku pergi ke kamar mandi dan menangis di antara siraman tirta, atau berdiam diri di bawah hujan, dan menangis bersamanya. Aku akan terus menangis, sendiri, tanpa orang lain yang menyaksikan, supaya aku puas menangis dan bermandi airmata.

Salahku aku?

Aku tidak tahu. Seperti sekarang. Aku menangisi hatiku yang hilang, karena kehilangan separuhnya yang terenggut. Saat ini aku menangis langsung dan tidak langsung, menangis dan menulis, untuk memberikan kedamaian pada hatiku. Karena hatiku tahu, bagiannya yang hilang takkan pernah kembali. Aku sudah berlari, berteriak, memaki, mencerca, namun aku tetap tak bisa menahan airmata ini untuk keluar. Airmata ini mungkin sudah berkerak, sangat menyakitkan untuk dikeluarkan, tapi aku tidak peduli. Aku hanya ingin menangis, tak lebih dari itu. Aku menulikan telingaku dan membutakan mataku dari hinaan dan cibiran manusia. Siapa mereka? Apakah mereka memahami sakit hatiku?

Kuakhiri namun tak berakhir, kuhindari hati tak ingin berpisah. Petikan lagu melankolis dari Rossa itu menyayat hatiku, mengingatkanku pada cintaku yang hilang dan tak sampai. Semoga Tuhan memberiku ketabahan, dan kekuatan. Biarkanlah airmata ini mengalir, agar diri ini tersapu dan terbebas dari dinding-dinding kesendirian dalam ruang-ruangnya yang kosong. Semoga tatkala airmata ini berhenti, hakikatku akan kembali dan membentukku menjadi manusia yang baik hati lagi.

Namun untuk saat ini biarkanlah aku menangis....

Wednesday, 26 January 2011

Hari ini dan hari-hari sebelumnya mungkin sama, aku masih tidak bisa tidur lebih cepat. Sudah hampir sebulan ini pola tidurku berubah. Jauh dalam hati sebenarnya aku miris, kapan aku bisa tidur normal seperti yang dulu selalu digariskan di buku pelajaran Bahasa Indonesia atau PPKn (sekarang PKn): jam 10 malam. Sedih rasanya. Sekarang jam 1 atau 2 an baru bisa tidur....

Anyway, aku jadi blank.... Kenapa ya, akhir-akhir ini aku suka begitu. Apakah ada yang tidak beres dengan otakku? Mungkin. Rasanya malah hampir pasti. Aku bergeser jadi manusia yang tidak taat, pada aturan-aturan yang kuberlakukan pada diriku sendiri. Rasanya aku jadi asing sendiri dengan diriku.

Mulai merasa kosong. Padahal sepuluh menit lalu aku punya banyak sekali untuk diceritakan, emosi itu begitu bertumpuk dan ingin meledak keluar. Sekarang, emosi itu hilang bagai asap. Ilustrasi: drolling Patrick....

Oke, sepertinya aku harus menghentikan kehampaanku ini. Untungnya Jantera Bianglala dan Romance In The rain sudah selesai kuunduh semua. Mungkin aku akan langsung mencoba tidur saja. Besok, aku harus tidur pas jam 11!!!!