Hari-hari ini rasanya bagaikan jarum beracun buatku. Susah sekali untuk melewatinya. Aku tidak tahu sudah seperti apakah kedua telapak kakiku. Kurasa keduanya sudah berdarah-darah; lebih dari itu malahan, karena terus menerus kupaksa untuk melangkah. Aku tidak menyerah, itu keajaiban. Pada tahap seperti ini biasanya aku akan mengangkat tanganku, dan berkata ini sudah cukup, aku tidak akan melanjutkannya lagi. tapi entah kenapa aku bertahan. Dan sekali lagi, kalau aku masih bisa bertahan, itu betul-betul suatu keajaiban.
Aku tidak tahu lagi sudah berapa banyak air mata yang kuhabiskan hanya untuk hal sepele seperti ini. Aku tidak mau munafik. Kadang aku menangis. Di keheningan malam, tatkala rasa sakit itu menusuk lebih tajam dari sembilu, aku, seorang laki-laki, akan menangis tanpa suara.
Aku sudah berunding dengan orangtuaku. Aku akan berhenti dari pekerjaanku. Aku akan menmmcari contoh surat pengunduran diri secepatnya dan memasukkan lamaran ke tempatku ini. Sebagian dari hatiku merasa tidak ingin pergi, tapi aku tetap akan pergi dari sini. Aku masih berhutang pada orangtuaku. Aku harus berfokus pada itu dulu.
Kata-katamu riuh mengalir bagai gerimis.....
Aku menantikan lebih dari sekadar gerimis.
Aku menantikan sebuah keajaiban.
No comments:
Post a Comment